Penyimpangan
Semu Hukum Mendel
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Genetika (dari bahasa
Yunani γέννω atau genno yang
berarti "melahirkan") merupakan cabang biologi mempelajari
berbagai aspek yang menyangkut pewarisan sifat dan variasi sifat pada organisme maupun
suborganisme (seperti virus dan prion). Dalam ilmu ini dipelajari bagaimana
sifat keturunan (hereditas) itu diwariskan kepada anak cucu, serta variasi yang
mungkin timbul didalamnya. Namun, bahan sifat keturunan itu tidaklah bersifat
baka. Selalu mengalami perubahan, berangsur atau mendadak. Seluruh makluk bumi
mengalami evolusi termasuk manusia. Evolusi itu terjadi karena perubahan bahan
sifat keturunan, dan dilaksanakan oleh seleksi alam. Dalam proses pewarisan
sifat di kenal dengan dua hukum, yaitu Hukum Mendel I (segregasi) dan Hukum
Mendel II (asortasi).
Hukum
Mendel ditemukan dan diperkenalkan oleh Gregor Johann Mendel tahun 1822-1884.
Dengan penemuannya Mendel didaulat sebagai Bapak Genetika. Mendel melakukan
penelitiannya menggunakan tanaman ercis karena umurnya yang pendek, mudah
tumbuh, berketurunan banyak dan berbunga sempurna.
Meskipun
hukum Mendel merupakan dasar dari perwarisan sifat, penelitian lebih lanjut
menemukan bahwa banyak gen yang tidak sesuai hukum Mendel. Jika perbandingan
dengan fenotipe F2 hasil persilangan monohibrid dan dihibrid
berdasarkan hukum Mendel adalah 3:1 dan 9:3:3:1, penelitian lain menghasilkan
perbandingan F2 yang berbeda. Misalnya, 9:3:4, 12:3:1, dan 9:7.
Selain
itu, dalam penelitian juga diungkapkan bahwa hal tersebut disebabkan oleh
adanya interaksi antargen. Interaksi tersebut menghasilkan perbandingan
fenotipe yang menyimpang dari hukum Mendel atau yang lebih dikenal dengan
penyimpangan semu hukum mendel. Penyimpangan
semu hukum Mendel merupakan bentuk persilangan
yang menghasilkan rasio fenotipe yang berbeda dengan dasar dihibrid menurut
hukum Mendel. Meskipun tampak berbeda sebenarnya rasio fenotipe yang diperoleh
merupakan modifikasi dari penjumlahan rasio fenotipe hukum Mendel semula.
Dalam makalah ini di bahas lebih mendetail mengenai penyimpangan semu hukum
mendel.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah
pengertian Penyimpangan Semu Hukum Mendel?
2. Apakah
ciri-ciri Penyimpangan Semu Hukum Mendel?
3. Bagaimana
macam-macam Penyimpangan Semu Hukum Mendel?
C. Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui
pengertian Penyimpangan Semu Hukum Mendel.
2.
Mengetahui
ciri-ciri Penyimpangan Semu Hukum Mendel.
3.
Mendeskripsikan
macam-macam Penyimpangan Semu Hukum Mendel.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Penyimpangan Semu Hukum Mendel
Hukum
kedua Mendel menyatakan bahwa bila dua individu mempunyai dua pasang atau
lebih sifat, maka diturunkannya sepasang sifat secara bebas, tidak bergantung
pada pasangan sifat yang lain. Dengan kata lain, alel dengan
gen sifat yang berbeda tidak saling mempengaruhi. Namun, pada kenyataanyya
tak selalu demikian. Seringkali terjadi penyimpangan atau hasil yang jauh dari
harapan yang mungkin disebabkan oleh beberapa hal seperti adanya interaksi gen,
adanya gen yang bersifat homozigot letal dan sebagainya. Peristiwa ini disebut
dengan penyimpangan semu hukum Mendel. Penyimpangan semu ini terjadi karena
adanya 2 pasang gen atau lebih saling memengaruhi dalam memberikan fenotipe
pada suatu individu.
Dapat
disimpulkan bahwa penyimpangan
semu hukum Mendel merupakan bentuk persilangan
yang menghasilkan rasio fenotipe yang berbeda dengan dasar dihibrid menurut
hukum Mendel. Meskipun tampak berbeda sebenarnya rasio fenotipe yang diperoleh
merupakan modifikasi dari penjumlahan rasio fenotipe hukum Mendel semula.
B. Ciri-ciri
Penyimpangan Semu Hukum Mendel
Penyimpangan semu hukum Mendel merupakan
persilangan yang menghasilkan rasio fenotipe yang berbeda dari asar persilangan
dihibrid hokum Mendel. Kenapa "Semu", karena prinsip segregasi bebas
tetap berlaku, hal ini disebabkan oleh gen-gen yang membawa sifat memiliki ciri
tertentu.
Ciri-Ciri Penyimpangan Semu Hukum
Mendel:
1.
Rasio fenotip
yang dihasilkan berbeda dengan hukum Mendel
2.
Adanya
sifat-sifat tertentu pada gen yang menyebabkan perbedaan hasil pada fillial 2
3.
Adanya interaksi
antar gen
C. Macam-macam
Penyimpangan Semu Hukum Mendel
1.
Atavisme (Interaksi Gen)
Atavisme atau interaksi bentuk pada pial (jengger) ayam
diungkap pertama kali oleh W. Bateson dan R.C. Punnet.Karakter jengger tidak
hanya diatur oleh satu gen, tetapi oleh dua gen yang berinteraksi. Pada
beberapa jenis ayam, gen R mengatur jengger untuk bentuk ros, gen P untuk
fenotipe pea, gen R dan gen P jika bertemu membentuk fenotipe walnut. Adapun
gen r bertemu p menimbulkan fenotipe singel.


9
Walnut : 3 Ros : 3 Pea : 1 Singel
Berbeda dengan persilangan yang dilakukan oleh Mendel dengan
kacang ercisnya maka sifat dua buah bentuk jengger dalam satu ayam sangatlah
ganjil.Dengan adanya interaksi antara dua gen dominan dan gen resesif
seluruhnya akan menghasilkan variasi fenotipe baru, yakni ros dan pea. Gen
dominan R yang berinteraksi dengan gen resesif P akan menghasil- kan bentuk
jengger ros dan gen resesif r yang bertemu dengan gen dominan P akan
menghasilkan bentuk jengger pea. Perbedaan bentuk jengger ayam ini dinamakan
dengan atavisme.
Contoh:
Diadakan
penyilangan antara ayam berpial pea dan ayam berpial ros.Anak ayam keturunan F1
ada yang berpial tunggal.Dari hasil penyilangan ini, bagaimanakah Genotip
parentalnya?
Jawab:
Diketahui bahwa rrP = pial pea, Rpp = pial ros, RP = pial walnut, dan rrpp = pial singel.
Jawab:
Diketahui bahwa rrP = pial pea, Rpp = pial ros, RP = pial walnut, dan rrpp = pial singel.
Kita
coba kemungkinan pertama bahwa kedua parentalnya bergenotip heterozigot.
Jadi,
genotipe parental yang akan menghasilkan salah satu keturunan berpial tunggal
adalah rrPp × Rrpp.
2.
Kriptomeri
Salah satu penyimpangan dari hukum Mendel adalah adanya
kriptomeri, yaitu gen dengan sifat dominan yang hanya akan muncul jika hadir bersama
dengan gen dominan lainnya. Peristiwa ini pertama kali diamati oleh Correns
pada saat pertama kali mendapatkan hasil perbandingan persilangan bunga Linaria
maroccana dari galur alaminya yaitu warna merah dan putih.Hasil F1 dari
persilangan tersebut ternyata menghasilkan bunga berwarna ungu seluruhnya.


Dari hasil persilangan antara generasi F1 berwarna ungu ini,
dihasilkan
generasi Linaria maroccana dengan perbandingan F2 keseluruhan antara bunga warna ungu : merah : putih adalah 9 : 3 : 4.
generasi Linaria maroccana dengan perbandingan F2 keseluruhan antara bunga warna ungu : merah : putih adalah 9 : 3 : 4.
Setelah dilakukan penelitian, warna bunga merah ini
disebabkan oleh antosianin, yakni suatu pigmen yang berada dalam bunga.Bunga
berwarna merah diidentifikasi sebagai bunga yang tidak memiliki antosianin.
Dari penelitian lebih jauh, ternyata warna merah disebabkan oleh antosianin
yang hadir dalam kondisi sel yang asam dan jika hadir dalam kondisi basa akan
dihasilkan bunga dengan warna ungu. Bunga tanpa antosianin akan tetap berwarna
putih jika hadir dalam kondisi asam ataupun basa. Bunga merah ini bersifat dominan
terhadap bunga putih yang tidak berantosianin.
Jika kita misalkan bunga dengan antosianin adalah A dan bunga
tanpa antosianin adalah a, sedangkan pengendali sifat sitoplasma basa adalah B
dan pengendali sitoplasma bersuasana asam adalah b, persilangan antara bunga
putih dengan bunga merah hingga dihasilkan keturunan kedua sebagai
berikut.
AABB, 2 AABb
2 AaBB, 4 AaBb = 9 ungu
AAbb, 2 Aabb = 3 merah
aaBB, 2 aaBb, aabb = 4 putih
2 AaBB, 4 AaBb = 9 ungu
AAbb, 2 Aabb = 3 merah
aaBB, 2 aaBb, aabb = 4 putih
3.
Polimeri
Salah satu tujuan dari persilangan adalah menghasilkan varietas
yang diinginkan atau hadirnya varietas baru. Dari persilangan yang dilakukan
oleh Nelson Ehle pada gandum dengan warna biji merah dengan putih, ia menemukan
variasi warna merah yang dihasilkan pada keturunannya.
Peristiwa ini mirip dengan persilangan dihibrid tidak dominan
sempurna yang menghasilkan warna peralihan seperti merah muda. Hanya saja,
warna yang dihasilkan ini tidak hanya dikontrol oleh satu pasang gen saja,
melainkan oleh dua gen yang berbeda lokus, namun masih memengaruhi terhadap sifat
yang sama. Peristiwa ini dinamakan dengan polimeri.
Pada contoh kasus persilangan antara biji gandum berwarna
merah dengan biji gandum berwarna putih dapat Anda perhatikan pada bagan
berikut.
Hasil
persilangan di atas menghasilkan perbandingan fenotipe 15 kulit biji berwarna
merah dan hanya satu kulit biji berwarna putih. Warna merah dihasilkan oleh gen
dominan yang terkandung di dalam gandum tersebut, baik M1 maupun M2.
Pada kenyataannya, warna merah yang dihasilkan sangat
bervariasi, mulai dari warna merah tua, merah sedang, merah muda, hingga merah
pudar mendekati putih. Semakin banyak gen dominan yang menyusunnya, semakin
merah juga warna kulit gandum tersebut.
Peristiwa polimeri ini melibatkan beberapa gen yang berada di
dalam lokus berbeda namun memengaruhi satu sifat yang sama. Pada kasus warna
kulit biji gandum ini, efek dari hadirnya gen dominan bersifat akumulatif
terhadap penampakan warna merah. Jadi, semakin banyak gen dominan pada
organisme, akan semakin merah juga dihasilkan warna kulit biji gandumnya.
4. Epistasis dan hypostasis
Dalam interaksi beberapa gen ini, kadang salah satu gen
bersifat menutupi baik terhadap alelnya dan alel lainnya. Sifat ini dikenal
dengan nama epistasis dan hipostatis. Epistasis adalah sifat yang
menutupi, sedangkan hipostasis adalah sifat yang ditutupi.
Pasangan gen yang menutup sifat lain tersebut dapat berupa
gen resesif atau gen dominan. Apabila pasangan gen dominan yang menyebabkan
epistasis, prosesnya dinamakan dengan epistasis dominan, sedangkan jika penyebabnya
adalah pasangan gen resesif, prosesnya dinamakan dengan epistasis resesif.
a. Epistasis Dominan
Peristiwa epistasis ini dapat ditemukan
pada pembentukan warna biji tanaman sejenis gandum dan pembentukan warna kulit
labu (Cucurbita pepo).Pada pembentukan warna kulit biji gandum, Nelson
Ehle menyilangkan dua varietas gandum warna kulit biji hitam dengan warna kulit
biji kuning.
Nelson Ehle adalah seorang peneliti yang pertama kali
mengamati pengaruh epistasis dan hipostatis pada pembentukan warna kulit biji
gandum.Hasil pengamatannya menunjukkan bahwa 100% warna kulit biji yang
dihasilkan adalah hitam.
Dari
diagram tersebut dapat kita peroleh perbandingan fenotipenya, yaitu
12
hitam : 3 kuning : 1 putih.
Dapat dilihat pada persilangan ini, setiap kemunculan gen H
dominan maka fenotipe yang dihasilkannya adalah langsung warna biji hitam.
Warna biji kuning hanya akan hadir apabila gen dominan K bertemu dengan gen
resesif h, sedangkan warna putih disebabkan oleh interaksi sesama gen resesif.
Dengan demikian, gen dominan H bersifat epistasis terhadap gen K sehingga
peristiwa ini dinamakan dengan epistasis dominan.
b. Epistasis Resesif
Peristiwa epistasis lainnya dapat ditemukan pada pembentukan
warna rambut tikus. Warna hitam pada rambut tikus disebabkan oleh adanya gen R
dan C bersama, sedangkan warna krem disebabkan oleh rr dan C. Apabila terdapat
gen cc, akan dihasilkan warna albino. Perhatikan diagram berikut.
Persilangan
antar tikus berwarna hitam homozigot dengan tikus berwarna albino menghasilkan
generasi pertama F1 tikus berwarna hitam semua. Berdasarkan hasil persilangan
kedua, ternyata dihasilkan rasio fenotipe
9 hitam : 3 krem : 4 albino
Kita dapat melihat, adanya gen resesif cc menyebabkan semua
warna rambut tikus albino. Adapun kombinansi gen dominan menyebabkan warna
hitam. Hadirnya gen dominan C menyebabkan warna rambut tikus krem.
c. Epistasis Dominan dan Resesif
Epistasis dominan-resesif terjadi
apabila gen dominan dari pasangan gen I epistatis terhadap pasangan gen II yang
bukan alelnya, sementara gen resesif dari pasangan gen II ini juga epistatis
terhadap pasangan gen I. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 13 : 3 pada
generasi F2. Contoh peristiwa epistasis dominan-resesif dapat dilihat pada
pewarisan warna bulu ayam ras. Dalam hal ini terdapat pasangan gen I, yang
menghalangi pigmentasi, dan alelnya, i, yang tidak menghalangi pigmentasi.
Selain itu, terdapat gen C, yang menimbulkan pigmentasi, dan alelnya, c, yang
tidak menimbulkan pigmentasi. Gen I dominan terhadap C dan c, sedangkan gen c
dominan terhadap I dan i.
Contoh:
Bulu
ayam leghorn, gen I besar epistasis terhadap C besar dan c kecil serta cc kecil
epistasis terhadap I dan i.
P : IICC >< iiCC
(putih) (putih)
G : IC iC
F1 : IiCc
F1 >< F1 : IiCc ><
IiCc
F2 :
♀
♂
|
IC
|
Ic
|
iC
|
ic
|
IC
|
IICC
(putih)
|
IICc
(putih)
|
IiCC
(pituh)
|
IiCc
(putih)
|
Ic
|
IICc
(putih)
|
IIcc
(putih)
|
IiCc
(putih)
|
Iicc
(putih)
|
iC
|
IiCC
(putih)
|
IiCc
(putih)
|
iiCC
(berwarna)
|
iiCc
(berwarna)
|
ic
|
IiCc
(putih)
|
Iicc
(putih)
|
iiCc
Berwarna
|
Iicc
(putih)
|
Dari diagram hasil persilangan F1
di atas, Meskipun gen C mempengaruhi munculnya warna bulu, tetapi karena
bertemu dengan gen I (gen yang menghalangi munculnya warna), maka menghasilkan
keturunan dengan fenotip ayam berbulu putih.
Jadi, perbandingan fenotip = ayam putih : ayam
berwarna = 13 : 3
5.
Komplementer
Salah satu tipe interaksi gen-gen pada organisme adalah
saling men- dukung munculnya suatu fenotipe atau sifat. W. Bateson dan R.C.
Punnet yang bekerja pada bunga Lathyrus adoratus menemukan kenyataan ini.
Mereka melakukan persilangan sesama bunga putih dan
menghasilkan keturunan F2 bunga berwana ungu seluruhnya. Pada
persilangan bunga-bunga berwarna ungu F2, ternyata dihasilkan bunga
dengan warna putih dalam jumlah yang banyak dan berbeda dengan perkiraan
sebelumnya, baik hukum Mendel atau sifat kriptomeri.
Penelitian lebih lanjut yang dilakukan oleh keduanya
mengungkapkan ada dua gen yang berinteraksi memengaruhi warna bunga, yakni gen
yang mengontrol munculnya bahan pigmen (C) dan gen yang mengaktifkan bahan
tersebut (P). Jika keduanya tidak hadir bersamaan, tentu tidak saling
melengkapi antara sifat satu dengan yang lainnya dan menghasilkan bunga dengan
warna putih (tidak berpigmen). Apabila tidak ada bahan pigmen, tentu tidak akan
muncul warna, meskipun ada bahan pengaktif pigmennya.
Begitupun sebaliknya, apabila tidak ada pengaktif pigmen maka
pigmen yang telah ada tidak akan dimunculkan dan tetap menghasilkan bunga tanpa
pigmen (berwarna putih). Persilangan yang dilakukan oleh Bateson dan Punnet
dapat diamati pada diagram berikut ini.
Sifat yang dihasilkan oleh interaksi gen yang saling
melengkapi dan bekerja sama ini dinamakan dengan komplementer. Ketidakhadiran
sifat dominan pada suatu pasangan gen tidak akan memunculkan sifat fenotipe dan
hanya akan muncul apabila hadir bersama-sama dalam pasangan gen dominannya.
6.
Gen-Gen Rangkap Yang Mempunyai Pengaruh
Kumulatif
Miyake dan Imai (Jepang) menemukan bahwa pada
tanaman gandum (Hordeum vulgare)
terdapat biji yang kulitnya berwarna ungu tua, ungu, dan putih.
Jika gen dominan A dan B terdapat bersama-sama
dalam genotip, kulit buah akan berwarna ungu tua. Bila terdapat salah satu gen
dominan saja (A atau B), kulit buah berwarna ungu. Absennya gen dominan
menyebabkan kulit buah berwarna putih. Perhatikan diagram persilangan berikut.


Berdasarkan diagram di atas dihasilkan
perbandingan genotip F2 sebagai berikut.
9 A_B_ = ungu tua
3 A_bb = ungu
3 aaB_ = ungu
1 aabb = putih
Jadi, perbandingan fenotip F2
antara ungu tua : ungu : putih = 9 : 6 : 1.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyimpangan semu hukum Mendel
merupakan bentuk persilangan yang menghasilkan rasio fenotipe yang berbeda
dengan dasar dihibrid menurut hukum Mendel. Meskipun tampak berbeda sebenarnya
rasio fenotipe yang diperoleh merupakan modifikasi dari penjumlahan rasio
fenotipe hukum Mendel semula. Terdapat beberapa ciri yang
menandai adanya penyimpangan semu hukm mendel, yaitu: Rasio fenotip yang
dihasilkan berbeda dengan hukum Mendel, Adanya sifat-sifat tertentu pada gen
yang menyebabkan perbedaan hasil pada fillial 2, Adanya interaksi antar gen.
Penyimpangan
Semu dalam Hukum Mendel, dibagi menjadi enam macam, yaitu: atavisme (interaksi
gen), kriptomeri, polimeri, epistasis dan hipostasis, gen komplemente, serta
gen-gen yang mempunyai pengaruh kumulatif. Epistasis dan hipostasis dibagi
menjadi tiga, yaitu epistasis dominan, epistasis resesif, dan epistasis dominan
dan resesif.
B.
Saran
Penyimpangan
Hukum Mendel merupakan salah satu unsur dalam kajian materi genetika.
Penyimpangan ini memiliki banyak macam dan harus benar-benar dimengerti oleh siswa. Dalam memecahkan soalnya pun terkadang
membutuhkan pemahaman yang tinggi dari siswa. Oleh karena itu guru hendaknya
mengajarkan materi ini terutama genetika dengan hati-hati dan jelas, agar
tujuan dari pembelajaran dapat tercapai dengan baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Adnyana, Gede Putra.
2009. Penyimpangan Semu Hukum Mendel.
Diunduh dari http://putradnyana-bahanajar.blogspot.com/2009/11/penyimpangan-semu-hukum-mendel.html
pada tanggal 23 Maret 2014.
Anonim. 2013. Penyimpangan Semu Hukum Mendel. Diunduh
dari http://biologi-indonesia.blogspot.com/2013/10/penjelasan-tentang-penyimpangan-semu.html
pada tanggal 23 Maret 2014.
Anonim. 2012. Penyimpangan Semu Hukum Mendel. Diunduh
dari http://www.berbagipengetahuan.com/2012/06/penyimpangan-semu-hukum-mendel.html
pada tanggal 23 Maret 2014.
Anonim. 2012. Pengertian Ilmu Genetik. Diunduh dari http://ilmupengetahuana.blogspot.com/2012/03/pengertian-ilmu-genetik.html
pada tanggal 23 Maret 2014.
Gut, Windarsih. 2010. PR Biologi Untuk SMA. Klaten: Intan
Pariwara
Reswari, Chamalia.
Tanpa Tahun. Genetika dan Hukum Mendel.
Diunduh dari http://www.academia.edu/5433084/GENETIKA_DAN_HUKUM_MENDEL
pada tanggal 23 Maret 2014.
Saktoyono. 2008. Seribu Pena Biologi SMA Kelas XII Jilid 3.
Jakarta: Erlangga
Sembiring, Langkah dan
Sudjino. Biologi Kelas XII untuk SMA dan
MA. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.
izin copas buat tugas ya kak
BalasHapus