Jumat, 06 November 2015

Penyimpangan Semu Hukum Mendel



Penyimpangan Semu Hukum Mendel

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Genetika (dari bahasa Yunani γέννω atau genno yang berarti "melahirkan") merupakan cabang biologi mempelajari berbagai aspek yang menyangkut pewarisan sifat dan variasi sifat pada organisme maupun suborganisme (seperti virus dan prion). Dalam ilmu ini dipelajari bagaimana sifat keturunan (hereditas) itu diwariskan kepada anak cucu, serta variasi yang mungkin timbul didalamnya. Namun, bahan sifat keturunan itu tidaklah bersifat baka. Selalu mengalami perubahan, berangsur atau mendadak. Seluruh makluk bumi mengalami evolusi termasuk manusia. Evolusi itu terjadi karena perubahan bahan sifat keturunan, dan dilaksanakan oleh seleksi alam. Dalam proses pewarisan sifat di kenal dengan dua hukum, yaitu Hukum Mendel I (segregasi) dan Hukum Mendel II (asortasi).
Hukum Mendel ditemukan dan diperkenalkan oleh Gregor Johann Mendel tahun 1822-1884. Dengan penemuannya Mendel didaulat sebagai Bapak Genetika. Mendel melakukan penelitiannya menggunakan tanaman ercis karena umurnya yang pendek, mudah tumbuh, berketurunan banyak dan berbunga sempurna.
Meskipun hukum Mendel merupakan dasar dari perwarisan sifat, penelitian lebih lanjut menemukan bahwa banyak gen yang tidak sesuai hukum Mendel. Jika perbandingan dengan fenotipe F2 hasil persilangan monohibrid dan dihibrid berdasarkan hukum Mendel adalah 3:1 dan 9:3:3:1, penelitian lain menghasilkan perbandingan F2 yang berbeda. Misalnya, 9:3:4, 12:3:1, dan 9:7.    
Selain itu, dalam penelitian juga diungkapkan bahwa hal tersebut disebabkan oleh adanya interaksi antargen. Interaksi tersebut menghasilkan perbandingan fenotipe yang menyimpang dari hukum Mendel atau yang lebih dikenal dengan penyimpangan semu hukum mendel. Penyimpangan semu hukum Mendel merupakan bentuk persilangan yang menghasilkan rasio fenotipe yang berbeda dengan dasar dihibrid menurut hukum Mendel. Meskipun tampak berbeda sebenarnya rasio fenotipe yang diperoleh merupakan modifikasi dari penjumlahan rasio fenotipe hukum Mendel semula. Dalam makalah ini di bahas lebih mendetail mengenai penyimpangan semu hukum mendel.


B.       Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian Penyimpangan Semu Hukum Mendel?
2.      Apakah ciri-ciri Penyimpangan Semu Hukum Mendel?
3.      Bagaimana macam-macam Penyimpangan Semu Hukum Mendel?

C.      Tujuan Penulisan
1.        Mengetahui pengertian Penyimpangan Semu Hukum Mendel.
2.        Mengetahui ciri-ciri Penyimpangan Semu Hukum Mendel.
3.        Mendeskripsikan macam-macam Penyimpangan Semu Hukum Mendel.


















BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Penyimpangan Semu Hukum Mendel
Hukum kedua Mendel menyatakan bahwa bila dua individu mempunyai dua pasang atau lebih sifat, maka diturunkannya sepasang sifat secara bebas, tidak bergantung pada pasangan sifat yang lain. Dengan kata lain, alel dengan gen sifat yang berbeda tidak saling mempengaruhi. Namun, pada kenyataanyya tak selalu demikian. Seringkali terjadi penyimpangan atau hasil yang jauh dari harapan yang mungkin disebabkan oleh beberapa hal seperti adanya interaksi gen, adanya gen yang bersifat homozigot letal dan sebagainya. Peristiwa ini disebut dengan penyimpangan semu hukum Mendel. Penyimpangan semu ini terjadi karena adanya 2 pasang gen atau lebih saling memengaruhi dalam memberikan fenotipe pada suatu individu.
Dapat disimpulkan bahwa penyimpangan semu hukum Mendel merupakan bentuk persilangan yang menghasilkan rasio fenotipe yang berbeda dengan dasar dihibrid menurut hukum Mendel. Meskipun tampak berbeda sebenarnya rasio fenotipe yang diperoleh merupakan modifikasi dari penjumlahan rasio fenotipe hukum Mendel semula.

B.     Ciri-ciri Penyimpangan Semu Hukum Mendel
  Penyimpangan semu hukum Mendel merupakan persilangan yang menghasilkan rasio fenotipe yang berbeda dari asar persilangan dihibrid hokum Mendel. Kenapa "Semu", karena prinsip segregasi bebas tetap berlaku, hal ini disebabkan oleh gen-gen yang membawa sifat memiliki ciri tertentu.
Ciri-Ciri Penyimpangan Semu Hukum Mendel:
1.        Rasio fenotip yang dihasilkan berbeda dengan hukum Mendel
2.        Adanya sifat-sifat tertentu pada gen yang menyebabkan perbedaan hasil pada fillial 2
3.        Adanya interaksi antar gen

C.      Macam-macam Penyimpangan Semu Hukum Mendel
1.        Atavisme (Interaksi Gen)
Atavisme atau interaksi bentuk pada pial (jengger) ayam diungkap pertama kali oleh W. Bateson dan R.C. Punnet.Karakter jengger tidak hanya diatur oleh satu gen, tetapi oleh dua gen yang berinteraksi. Pada beberapa jenis ayam, gen R mengatur jengger untuk bentuk ros, gen P untuk fenotipe pea, gen R dan gen P jika bertemu membentuk fenotipe walnut. Adapun gen r bertemu p menimbulkan fenotipe singel.
Untitled.jpg

image
Berdasarkan hasil persilangan tersebut, kita mendapatkan rasio fenotipe sebagai berikut:
                   9 Walnut : 3 Ros : 3 Pea : 1 Singel
Berbeda dengan persilangan yang dilakukan oleh Mendel dengan kacang ercisnya maka sifat dua buah bentuk jengger dalam satu ayam sangatlah ganjil.Dengan adanya interaksi antara dua gen dominan dan gen resesif seluruhnya akan menghasilkan variasi fenotipe baru, yakni ros dan pea. Gen dominan R yang berinteraksi dengan gen resesif P akan menghasil- kan bentuk jengger ros dan gen resesif r yang bertemu dengan gen dominan P akan menghasilkan bentuk jengger pea. Perbedaan bentuk jengger ayam ini dinamakan dengan atavisme.

Contoh:
Diadakan penyilangan antara ayam berpial pea dan ayam berpial ros.Anak ayam keturunan F1 ada yang berpial tunggal.Dari hasil penyilangan ini, bagaimanakah Genotip parentalnya?
Jawab:
Diketahui bahwa rrP = pial pea, Rpp = pial ros, RP = pial walnut, dan rrpp = pial  singel.
Kita coba kemungkinan pertama bahwa kedua parentalnya bergenotip heterozigot.
image
Jadi, genotipe parental yang akan menghasilkan salah satu keturunan berpial tunggal adalah rrPp × Rrpp.

2.        Kriptomeri
Salah satu penyimpangan dari hukum Mendel adalah adanya kriptomeri, yaitu gen dengan sifat dominan yang hanya akan muncul jika hadir bersama dengan gen dominan lainnya. Peristiwa ini pertama kali diamati oleh Correns pada saat pertama kali mendapatkan hasil perbandingan persilangan bunga Linaria maroccana dari galur alaminya yaitu warna merah dan putih.Hasil F1 dari persilangan tersebut ternyata menghasilkan bunga berwarna ungu seluruhnya.
linnaria maroccara kriptomeri.png           linnaria maroccara.png
Dari hasil persilangan antara generasi F1 berwarna ungu ini, dihasilkan
generasi Linaria maroccana dengan perbandingan F2 keseluruhan antara bunga warna ungu : merah : putih adalah 9 : 3 : 4.
Setelah dilakukan penelitian, warna bunga merah ini disebabkan oleh antosianin, yakni suatu pigmen yang berada dalam bunga.Bunga berwarna merah diidentifikasi sebagai bunga yang tidak memiliki antosianin. Dari penelitian lebih jauh, ternyata warna merah disebabkan oleh antosianin yang hadir dalam kondisi sel yang asam dan jika hadir dalam kondisi basa akan dihasilkan bunga dengan warna ungu. Bunga tanpa antosianin akan tetap berwarna putih jika hadir dalam kondisi asam ataupun basa. Bunga merah ini bersifat dominan terhadap bunga putih yang tidak berantosianin.
Jika kita misalkan bunga dengan antosianin adalah A dan bunga tanpa antosianin adalah a, sedangkan pengendali sifat sitoplasma basa adalah B dan pengendali sitoplasma bersuasana asam adalah b, persilangan antara bunga putih dengan bunga merah hingga dihasilkan keturunan kedua  sebagai berikut.
image
AABB, 2 AABb
2 AaBB, 4 AaBb = 9 ungu
AAbb, 2 Aabb = 3 merah
aaBB, 2 aaBb, aabb = 4 putih

image



3.        Polimeri
Salah satu tujuan dari persilangan adalah menghasilkan varietas yang diinginkan atau hadirnya varietas baru. Dari persilangan yang dilakukan oleh Nelson Ehle pada gandum dengan warna biji merah dengan putih, ia menemukan variasi warna merah yang dihasilkan pada keturunannya.
Peristiwa ini mirip dengan persilangan dihibrid tidak dominan sempurna yang menghasilkan warna peralihan seperti merah muda. Hanya saja, warna yang dihasilkan ini tidak hanya dikontrol oleh satu pasang gen saja, melainkan oleh dua gen yang berbeda lokus, namun masih memengaruhi terhadap sifat yang sama. Peristiwa ini dinamakan dengan polimeri.
Pada contoh kasus persilangan antara biji gandum berwarna merah dengan biji gandum berwarna putih dapat Anda perhatikan pada bagan berikut.
image
Hasil persilangan di atas menghasilkan perbandingan fenotipe 15 kulit biji berwarna merah dan hanya satu kulit biji berwarna putih. Warna merah dihasilkan oleh gen dominan yang terkandung di dalam gandum tersebut, baik M1 maupun M2.
Pada kenyataannya, warna merah yang dihasilkan sangat bervariasi, mulai dari warna merah tua, merah sedang, merah muda, hingga merah pudar mendekati putih. Semakin banyak gen dominan yang menyusunnya, semakin merah juga warna kulit gandum tersebut.
image
Peristiwa polimeri ini melibatkan beberapa gen yang berada di dalam lokus berbeda namun memengaruhi satu sifat yang sama. Pada kasus warna kulit biji gandum ini, efek dari hadirnya gen dominan bersifat akumulatif terhadap penampakan warna merah. Jadi, semakin banyak gen dominan pada organisme, akan semakin merah juga dihasilkan warna kulit biji gandumnya.

4.      Epistasis dan hypostasis
Dalam interaksi beberapa gen ini, kadang salah satu gen bersifat menutupi baik terhadap alelnya dan alel lainnya. Sifat ini dikenal dengan nama epistasis dan hipostatis.  Epistasis adalah sifat yang menutupi, sedangkan hipostasis adalah sifat yang ditutupi.
Pasangan gen yang menutup sifat lain tersebut dapat berupa gen resesif atau gen dominan. Apabila pasangan gen dominan yang menyebabkan epistasis, prosesnya dinamakan dengan epistasis dominan, sedangkan jika penyebabnya adalah pasangan gen resesif, prosesnya dinamakan dengan epistasis resesif.

a.       Epistasis Dominan
Peristiwa epistasis ini dapat ditemukan pada pembentukan warna biji tanaman sejenis gandum dan pembentukan warna kulit labu (Cucurbita pepo).Pada pembentukan warna kulit biji gandum, Nelson Ehle menyilangkan dua varietas gandum warna kulit biji hitam dengan warna kulit biji kuning.
Nelson Ehle adalah seorang peneliti yang pertama kali mengamati pengaruh epistasis dan hipostatis pada pembentukan warna kulit biji gandum.Hasil pengamatannya menunjukkan bahwa 100% warna kulit biji yang dihasilkan adalah hitam.
image
Dari diagram tersebut dapat kita peroleh perbandingan fenotipenya, yaitu
12 hitam : 3 kuning : 1 putih.
Dapat dilihat pada persilangan ini, setiap kemunculan gen H dominan maka fenotipe yang dihasilkannya adalah langsung warna biji hitam. Warna biji kuning hanya akan hadir apabila gen dominan K bertemu dengan gen resesif h, sedangkan warna putih disebabkan oleh interaksi sesama gen resesif. Dengan demikian, gen dominan H bersifat epistasis terhadap gen K sehingga peristiwa ini dinamakan dengan epistasis dominan.

b.      Epistasis Resesif
Peristiwa epistasis lainnya dapat ditemukan pada pembentukan warna rambut tikus. Warna hitam pada rambut tikus disebabkan oleh adanya gen R dan C bersama, sedangkan warna krem disebabkan oleh rr dan C. Apabila terdapat gen cc, akan dihasilkan warna albino. Perhatikan diagram berikut.
imageimage




Persilangan antar tikus berwarna hitam homozigot dengan tikus berwarna albino menghasilkan generasi pertama F1 tikus berwarna hitam semua. Berdasarkan hasil persilangan kedua, ternyata dihasilkan rasio fenotipe    
 9 hitam : 3 krem : 4 albino
Kita dapat melihat, adanya gen resesif cc menyebabkan semua warna rambut tikus albino. Adapun kombinansi gen dominan menyebabkan warna hitam. Hadirnya gen dominan C menyebabkan warna rambut tikus krem.

c.       Epistasis Dominan dan Resesif
Epistasis dominan-resesif terjadi apabila gen dominan dari pasangan gen I epistatis terhadap pasangan gen II yang bukan alelnya, sementara gen resesif dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 13 : 3 pada generasi F2. Contoh peristiwa epistasis dominan-resesif dapat dilihat pada pewarisan warna bulu ayam ras. Dalam hal ini terdapat pasangan gen I, yang menghalangi pigmentasi, dan alelnya, i, yang tidak menghalangi pigmentasi. Selain itu, terdapat gen C, yang menimbulkan pigmentasi, dan alelnya, c, yang tidak menimbulkan pigmentasi. Gen I dominan terhadap C dan c, sedangkan gen c dominan terhadap I dan i.
Contoh:
Bulu ayam leghorn, gen I besar epistasis terhadap C besar dan c kecil serta cc kecil epistasis terhadap I dan i.
P                      :           IICC    ><        iiCC
                                             (putih)             (putih)
            G                     :           IC                      iC
            F1                    :                      IiCc
F1 >< F1         :           IiCc     ><    IiCc





F2                    :
                                                                     
IC
Ic
iC
ic
IC
IICC
(putih)
IICc
(putih)
IiCC
(pituh)
IiCc
(putih)
Ic
IICc
(putih)
IIcc
(putih)
IiCc
(putih)
Iicc
(putih)
iC
IiCC
(putih)
IiCc
(putih)
iiCC
(berwarna)
iiCc
(berwarna)
ic
IiCc
(putih)
Iicc
(putih)
iiCc
Berwarna
Iicc
(putih)

Dari diagram hasil persilangan F1 di atas, Meskipun gen C mempengaruhi munculnya warna bulu, tetapi karena bertemu dengan gen I (gen yang menghalangi munculnya warna), maka menghasilkan keturunan dengan fenotip ayam berbulu putih.
 Jadi, perbandingan fenotip = ayam putih : ayam berwarna = 13 : 3

5.        Komplementer
Salah satu tipe interaksi gen-gen pada organisme adalah saling men- dukung munculnya suatu fenotipe atau sifat. W. Bateson dan R.C. Punnet yang bekerja pada bunga Lathyrus adoratus menemukan kenyataan ini.
Mereka melakukan persilangan sesama bunga putih dan menghasilkan keturunan F2 bunga berwana ungu seluruhnya. Pada persilangan bunga-bunga berwarna ungu F2, ternyata dihasilkan bunga dengan warna putih dalam jumlah yang banyak dan berbeda dengan perkiraan sebelumnya, baik hukum Mendel atau sifat kriptomeri.
Penelitian lebih lanjut yang dilakukan oleh keduanya mengungkapkan ada dua gen yang berinteraksi memengaruhi warna bunga, yakni gen yang mengontrol munculnya bahan pigmen (C) dan gen yang mengaktifkan bahan tersebut (P). Jika keduanya tidak hadir bersamaan, tentu tidak saling melengkapi antara sifat satu dengan yang lainnya dan menghasilkan bunga dengan warna putih (tidak berpigmen). Apabila tidak ada bahan pigmen, tentu tidak akan muncul warna, meskipun ada bahan pengaktif pigmennya.
Begitupun sebaliknya, apabila tidak ada pengaktif pigmen maka pigmen yang telah ada tidak akan dimunculkan dan tetap menghasilkan bunga tanpa pigmen (berwarna putih). Persilangan yang dilakukan oleh Bateson dan Punnet dapat diamati pada diagram berikut ini.

image
Sifat yang dihasilkan oleh interaksi gen yang saling melengkapi dan bekerja sama ini dinamakan dengan komplementer. Ketidakhadiran sifat dominan pada suatu pasangan gen tidak akan memunculkan sifat fenotipe dan hanya akan muncul apabila hadir bersama-sama dalam pasangan gen dominannya.



6.        Gen-Gen Rangkap Yang Mempunyai Pengaruh Kumulatif
Miyake dan Imai (Jepang) menemukan bahwa pada tanaman gandum (Hordeum vulgare) terdapat biji yang kulitnya berwarna ungu tua, ungu, dan putih.
Jika gen dominan A dan B terdapat bersama-sama dalam genotip, kulit buah akan berwarna ungu tua. Bila terdapat salah satu gen dominan saja (A atau B), kulit buah berwarna ungu. Absennya gen dominan menyebabkan kulit buah berwarna putih. Perhatikan diagram persilangan berikut.






              F2      :





Berdasarkan diagram di atas dihasilkan perbandingan genotip F2 sebagai berikut.
9 A_B_ = ungu tua
3 A_bb = ungu
3 aaB_ = ungu
1 aabb = putih
Jadi, perbandingan fenotip F2 antara ungu tua : ungu : putih = 9 : 6 : 1.



























BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Penyimpangan semu hukum Mendel merupakan bentuk persilangan yang menghasilkan rasio fenotipe yang berbeda dengan dasar dihibrid menurut hukum Mendel. Meskipun tampak berbeda sebenarnya rasio fenotipe yang diperoleh merupakan modifikasi dari penjumlahan rasio fenotipe hukum Mendel semula. Terdapat beberapa ciri yang menandai adanya penyimpangan semu hukm mendel, yaitu: Rasio fenotip yang dihasilkan berbeda dengan hukum Mendel, Adanya sifat-sifat tertentu pada gen yang menyebabkan perbedaan hasil pada fillial 2, Adanya interaksi antar gen.
Penyimpangan Semu dalam Hukum Mendel, dibagi menjadi enam macam, yaitu: atavisme (interaksi gen), kriptomeri, polimeri, epistasis dan hipostasis, gen komplemente, serta gen-gen yang mempunyai pengaruh kumulatif. Epistasis dan hipostasis dibagi menjadi tiga, yaitu epistasis dominan, epistasis resesif, dan epistasis dominan dan resesif.


B.     Saran
Penyimpangan Hukum Mendel merupakan salah satu unsur dalam kajian materi genetika. Penyimpangan ini memiliki banyak macam dan harus benar-benar dimengerti oleh siswa.  Dalam memecahkan soalnya pun terkadang membutuhkan pemahaman yang tinggi dari siswa. Oleh karena itu guru hendaknya mengajarkan materi ini terutama genetika dengan hati-hati dan jelas, agar tujuan dari pembelajaran dapat tercapai dengan baik.





DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, Gede Putra. 2009. Penyimpangan Semu Hukum Mendel. Diunduh dari http://putradnyana-bahanajar.blogspot.com/2009/11/penyimpangan-semu-hukum-mendel.html pada tanggal 23 Maret 2014.
Anonim. 2013. Penyimpangan Semu Hukum Mendel. Diunduh dari http://biologi-indonesia.blogspot.com/2013/10/penjelasan-tentang-penyimpangan-semu.html pada tanggal 23 Maret 2014.
Anonim. 2012. Penyimpangan Semu Hukum Mendel. Diunduh dari http://www.berbagipengetahuan.com/2012/06/penyimpangan-semu-hukum-mendel.html pada tanggal 23 Maret 2014.
Anonim. 2012. Pengertian Ilmu Genetik. Diunduh dari http://ilmupengetahuana.blogspot.com/2012/03/pengertian-ilmu-genetik.html pada tanggal 23 Maret 2014.
Gut, Windarsih. 2010. PR Biologi Untuk SMA. Klaten: Intan Pariwara
Reswari, Chamalia. Tanpa Tahun. Genetika dan Hukum Mendel. Diunduh dari http://www.academia.edu/5433084/GENETIKA_DAN_HUKUM_MENDEL pada tanggal 23 Maret 2014.
Saktoyono. 2008. Seribu Pena Biologi SMA Kelas XII Jilid 3. Jakarta: Erlangga
Sembiring, Langkah dan Sudjino. Biologi Kelas XII untuk SMA dan MA. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.


1 komentar: