Jumat, 06 November 2015

Hukum Mendel dan Penyimpangan Semu Hukum Mendel



Hukum Mendel dan Penyimpangan Semu Hukum Mendel

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Dahulu orang menduga sifat seseorang ditentukan oleh sperma pria pendapat tersebut gugur setelah diketahui bahwa baik sperma maupun ovum mempunyai andil yang sama dalam menentukan sifat seseorang. Sifat-sifat organisme diwriskan dari induk kepada keturunannya melalui gen. Baik induk jantan maupun betina mempunyai kemungkinan yang sama dalam mewariskan sifat-sifatnya. Keturunannya mewarisi separuh sifat dari induk jantan dan separuh sifat dari induk betina. Sifat tersebut dibawa oleh gen yang terdapat dalam kromosom.
Sifat yang dibawa oleh gen disebut faktor genentik atau faktor pembawaan  atau genotipe. Tidak semua sifat bawaan atau genotipe dapat tampak sebagai gejala. Genotipe akan dipengaruhi oleh lingkungan sehingga menampilkan sifat yang tampak, yang disebut fenotipe. Perubahan sifat karena pengaruh faktor lingkungan dikenal sebagai modifikasi.
Hukum pewarisan Mendel adalah hukum mengenai pewarisan sifat pada organisme yang dijabarkan oleh Gregor Johann Mendel dalam karyanya 'Percobaan mengenai Persilangan Tanaman'. Hukum ini terdiri dari dua bagian, yaitu Hukum pemisahan (segregation) dari Mendel, juga dikenal sebagai Hukum Pertama Mendel, dan Hukum berpasangan secara bebas (independent assortment) dari Mendel, juga dikenal sebagai Hukum Kedua Mendel.
Prinsip-prinsip yang ditemukan oleh Mendel diterima secara umum, namun penelitian-penelitian berikutnya sering menemukan perbandingan fenotipe yang aneh, seakan-akan tidak mengikuti atau terjadi penyimpangan semu terhadap Hukum Mendel.




B.       Rumusan Masalah
1.    Bagaimana mempelajari hukum Mendel I?
2.    Bagaimana mempelajari hukum Mendel II?
3.    Bagaimana penyimpangan semu dari hukum Mendel?
C.      Tujuan
1.    Untuk mempelajari hukum Mendel I
2.    Untuk mempelajari hukum Mendel II
3.    Untuk mengetahui penyimpangan semu dari hukum Mendel


















BAB II
PEMBAHASAN
A.      Hukum Mendel
Telah diketahui bahwa gen yang terdapat pada kromosom di dalam nukleus merupakan pengendali faktor keturunan pada makhluk hidup. Gen berfungsi menyampaikan informasi genetik kepada generasi berikutnya. Oleh karena itu, setiap keturunan akan mempunyai fenotip maupun genotip yang hampir sama atau hasil campuran sifat-sifat induknya. Sifat yang dapat diamati disebut fenotip, misal warna, bentuk, ukuran, dan sebagainya. Sifat yang tidak dapat diamati disebut genotip berupa susunan genetik suatu individu.
Genetika adalah ilmu yang mempelajari pewarisan sifat dari induk kepada keturunannya. Pewarian sifat itu ternyata mengikuti pola-pola tertentu. Orang yang pertama kali mengadakan percobaan tentang pewarisan sifat adalah Gregor John Mendel, (Syamsuri, 2007: 109).
Gregor Johann Mendel (1822–1884) merupakan seorang biarawan berkebangsaan Austria, yang berjasa besar dalam memperkenalkan ilmu pengetahuan tentang pewarisan sifat atau disebut genetika. Hukum genetika yang diperkenalkan Mendel dikenal dengan hukum I Mendel dan hukum II Mendel. Dari penemuannya ini, Mendel dikukuhkan sebagai “Bapak Genetika”, (Sembiring dan Sudjino, 2009: 118).
Pada 1857, Gregor Johann Mendel mulai mengadakan penelitian tentang pola pewarisan sifat pada tanaman ercis (Pisum sativum). Pada 1866, Mendel menyampaikan hasil penelitiannya kepada kalangan ilmuwan. Ia menemukan bahwa semua ciri makhluk hidup diturunkan berpasangan (gen sealel). Ia juga menemukan bahwa biasanya hanya satu ciri dari pasangan tersebut yang menjadi sifat yang tampak (gen dominan). Saat itu, Mendel belum mengetahui DNA dan kromosom dalam sel serta menyebut gen-gen yang bertanggung jawab terhadap suatu ciri makhluk hidup sebagai unit hereditas. Dua hal yang dikemukakan Mendel merupakan dasar bagi genetika, ilmu tentang pewarisan sifat makhluk hidup. Akan tetapi, entah karena tidak dipahami atau tidak disetujui, saat itu penelitian Mendel terabaikan, (Firmansyah, dkk, 2009: 85).
Selama delapan tahun (1856–1864) Mendel melakukan penelitian persilangan pada tanaman ercis atau Pisum sativum (kacang kapri). Mendel memilih tanaman ercis untuk percobaannya sebab tanaman ercis masa hidupnya tidak lama hanya berkisar setahun, mudah tumbuh, memiliki bunga sempurna sehingga terjadi penyerbukan sendiri yang akan menghasilkan galur murni (keturunan yang selalu memiliki sifat yang sama dengan induknya), dan mampu menghasilkan banyak keturunan.
Tanaman ercis memiliki tujuh sifat dengan perbedaan yang mencolok seperti berikut:
1.      Batang tinggi atau kerdil (pendek).
2.      Buah polongan berwarna kuning atau hijau.
3.      Bunga berwarna ungu atau putih.
4.      Letak bunga aksial (sepanjang batang) atau terminal (pada ujung batang).
5.      Biji masak berwarna hijau atau kuning.
6.      Permukaan biji bulat atau berkerut.
7.      Warna kulit biji abu-abu atau putih.
Mendel melakukan penelitian tentang pewarisan sifat pada tanaman ercis. Penggunaan tanaman tersebut merupakan pilihan tepat. Gambar berikut memperlihatkan beberapa ciri tanaman ercis yang diamati Mendel, (Firmansyah, dkk, 2009: 85-86).

Gen untuk sebuah karakter khusus yang diwarisi, seperi warna bunga pada kacang ercis, terletak pada sebuah lokus (posisi) tertentu dalam suatu kromosom tertentu pula. Seangkan alel-alel merupakan varian dari gen tersebut. Pada kasus ini, gen warna bunga hadir dalam dua versi, alal untuk bunga ungu dan alal untuk bunga putih. Pasangan kromosom homolog yang diiluustrasikan di sini mewakili sebuah hibrid F1  yang mewarisi alal untuk bunga ungu dari satu induk dan alel untuk bunga putih dari induk lain, (Campbell, 2002: 258).
Genotipe adalah sifat atau karakter yang ditentukan oleh gen. Ada yang menyebut genotipe sebagai faktor bakat atau bawaan. Genotipe bersifat menurun dan diwariskan kepada keturunannya. Akan tetapi pengaruh genotipe tidak selalu tampak seab sangat bergantung pada lingkungannya. Sifat yang tampak dari luar disebut fenotipe. Fenotipe merupakan paduan antara genotipe dengan lingkungannya. Dalam diagram persilangan, sifat genotipe biasanya ditampilkan dalam bentuk simbol huruf. Contohnya, genotipe B untuk tumbuhna berfenotipe buah bulat. Jadi, B adalah genotipe sedangkan ‘bulat’ adalah fenotipe, (Syamsuri, 2007: 109).
Faktor determinan (gen) disimbolkan oleh sebuah huruf. Huruf yang umum digunakan adalah huruf pertama dari suatu sifat. Contoh R merupakan gen yang menentukan warna merah (R dari kata rubra artinya merah) dan r adalah gen yang menentukan warna putih (alba). R ditulis dengan huruf besar karena warna merah yang dibawa oleh gen R bersifat dominan terhadap warna putih yang dibawa gen r. Sifat dominan mengalahkan sifat resesif, (Sembiring dan Sudjino, 2009: 118).
Genotip suatu individu biasanya bersifat diploid (2n) sehingga diberi simbol dengan dua huruf yang sama. Sifat suatu individu yang genotipnya terdiri atas gen-gen yang sama dari tiap jenis gen misalnya RR, rr, AABB, aabb disebut homozigot. Sifat suatu individu yang genotipnya terdiri atas gen-gen yang berlainan dari tiap jenis gen disebut heterozigot, misalnya Rr, AaBb, dan sebagainya, (Sembiring dan Sudjino, 2009: 119).
Hibrid merupakan perkawinan dua individu yang mempunyai sifat beda. Berdasarkan banyaknya sifat beda individu yang melakukan perkawinan, hibrid dibedakan sebagai berikut:
a.    Monohibrid, yaitu suatu hibrid dengan satu sifat beda (Aa).
b.    Dihibrid, yaitu suatu hibrid dengan dua sifat beda (AaBb).
c.    Trihibrid, yaitu suatu hibrid dengan tiga sifat beda (AaBbCc).

1.    Hukum I Mendel
Hukum Mendel I dikenal sebagai “Hukum Segregasi”. Selama proses meiosis berlangsung, pasangan-pasangan kromosom homolog saling berpisah dan tidak berpasangan lagi. Setiap set kromosom itu terkandung di dalam satu sel gamet. Misalnya, induk Mm akan menghasilkan gamet M dan m. Prinsip demikian ini dikenal sebagai prinsip segregasi secara bebas. Dengan demikian setiap sel gamet hanya mengandung satu gen dari elelnya. Pada waktu fertilisasi, sperma bersatu secara acak dengan ovum untuk membentuk individu baru. Hukum Mendel I dapat dikaji dari persilangan monohibrid, yaitu persilangan dengan satu sifat beda, 9Syamsuri, 2007: 110).
Hukum Mendel I diperoleh dari hasil perkawinan monohibrid, yaitu persalingan dengan satu sifat yang berbeda. Mendel melakukan persilangan antara tanaman ercis yang berbiji bulat dengan tanaman ercis yang berbiji kerut. Hasilnya semua keturunan F1 berupa tanaman ercis berbiji bulat. Selanjutnya dilakukan persilangan antar keturunan F1 untuk mendapatkan F2. Pada keturunan F2 didapatkan perbandingan fenotip kira-kira 3 biji bulat : 1 biji berkerut.
Contoh sebagai berikut:
P                             :           BB             x            bb
(Parental; induk)           (Biji bulat)               (Biji keriput)

Gamet                     :           B                                 b

F1                            :                            Bb
(Filial; keturunan)                           (Biji bulat)


F1 x F1                           :               Bb       x          Bb
                                        (Bulat)             (Bulat)
Gamet                     :           B                     B
                                            b                      b
Perbandingan fenotip bulat : berkerut = 3 : 1
Perbandingan genotip BB : Bb : bb = 1 : 2 : 1
Pada satu percobaan, Mendel menyilangkan tanaman ercis dan biji kuning dengan tanaman dari biji hijau. Kedua biji tanaman tersebut merupakan galur murni, didapat dari individu dengan sifat asli dan murni. Galur murni didapat dengan mengawinkan individu dengan sifat sama yang dinginkan berkali-kali. Tanaman galur murni tersebut disebut P1 atau parental (induk) pertama. Keturunan hasil persilangan disebut F1 atau filial (generasi) pertama. Semua F1 persilangan tersebut adalah biji kuning, (Firmansyah, dkk, 2009: 86).
Untuk mengetahui generasi selanjutnya, Mendel menanam biji kuning dari F1. Tanaman tumbuh dan dewasa, melakukan penyerbukan sendiri, dan menghasilkan keturunan F2. Hasilnya biji dengan sifat warna hijau muncul kembali pada generasi F2. Dari 8.023 biji F2 yang dihasilkan, Mendel menemukan bahwa 6.022 biji adalah kuning dan 2.001 biji lainnya adalah hijau. Hal tersebut menghasilkan perbandingan biji kuning dan hijau sebesar 3:1, (Firmansyah, dkk, 2009: 87).
Dari hasil percobaan tersebut, Mendel mencatat dua hal penting.
a)    Sifat warna biji hijau menghilang pada generasi F1, namun muncul kembali pada generasi F2.
b)   Ketika sifat warna biji hijau muncul kembali, sifatnya sama dengan biji P1.
Berdasarkan hasil perkawinan yang diperoleh dalam percobaannya, Mendel menyimpulkan bahwa pada waktu pembentukan gamet-gamet, gen akan mengalami segregasi (memisah) sehingga setiap gamet hanya akan menerima sebuah gen saja. Kesimpulan itu dirumuskan sebagai hukum I Mendel yang dikenal juga dengan hukum Pemisahan Gen yang Sealel, (Sembiring dan Sudjino, 2009: 119).
Macam dan jumlah gamet dapat ditentukan dengan menggunakan rumus. Rumus untuk jumlah gamet = 2n dan n = jumlah gen heterozigot, (Sembiring dan Sudjino, 2009: 120).
Beberapa kesimpulan penting dari perkawinan monohibrid di atas sebagai berikut:
a)    Semua individu F1 memiliki sifat yang seragam.
b)   Jika dominan nampak sepenuhnya, individu F1 memiliki fenotip seperti induknya yang dominan.
c)    Pada waktu individu F1 yang heterozigot itu membentuk gamet-gamet terjadilah pemisahan alel sehingga gamet hanya memiliki salah satu alel saja.
d)   Jika dominasi nampak sepenuhnya, perkawinan monohibrid (Bb >< Bb) menghasilkan keturunan yang memperlihatkan perbandingan fenotip 3 : 1 (yaitu biji bulat : biji berkerut) dan memperlihatkan perbandingan genotip 1 : 2 : 1 (yaitu BB : Bb : bb).
Kadang-kadang individu hasil perkawinan tidak didominasi oleh salah satu induknya. Dengan kata lain, sifat dominan tidak muncul secara penuh. Peristiwa itu menunjukkan adanya sifat intermediat. Sifat intermediat dapat dilihat pada penyerbukan silang tanaman bunga pukul empat (Mirabilis jalapa). Jika serbuk sari berasal dari tanaman homozigot berbunga merah (MM) disilangkan ke putik tanaman homozigot berbunga putih (mm), semua keturunan F 1 berbunga merah muda (Mm), (Sembiring dan Sudjino, 2009: 120).
Perhatikan diagram berikut:
P                 :           MM         x      mm
                             (Merah)            (Putih)
Gamet         :           M                     m
F1               :                       Mm
                                   (Merah muda)
F1 x F1         :           Mm                  x               Mm
                         (Merah muda)                    (Merah muda)
Gamet         :           M                                       M
                                  m                                       m
Perbandingan fenotip merah : merah muda : putih = 1 : 2 : 1
Perbandingan genotip MM : Mm : mm = 1 : 2 : 1
Berdasarkan diagram persilangan di atas diperoleh semua tanaman F1 heterozigot berbunga merah muda (Mm). Warna ini merupakan sifat intermediat (antara merah danputih). Jika F1 mengadakan penyerbukan sendiri, maka F2 akan memperlihatkan perbandingan 1 merah : 2 merah muda : 1 putih.

2.    Hukum II Mendel
Hukum Mendel II dikenal pula sebagai “Hukum Asortasi atau Hukum Berpasangan Secara Bebas”. Menurut hukum ini setiap gen atau sifta dapat berpasangan secara bebas dengan gen atau sifta lain. Meskipun demikian, gen untuk satu sifat tidak berpengaruh pada gen untuk sifat yang lain yang bukan alelnya. Hukum Mendel II ini dapat dijelaskan melalui persilangan dihibrida, (Syamsuri, 2007: 112).
Pada percobaan berikutnya, Mendel menggunakan persilangan dengan dua sifat beda atau disebut persilangan dihibrid. Mendel menggunakan dua sifat beda dari tanaman ercis, yaitu bentuk dan warna biji. Oleh Mendel, tanaman ercis biji bulat-kuning disilangkan dengan tanaman ercis biji berkerut-hijau. Hasilnya, semua keturunan F1 berupa tanaman ercis biji bulat-kuning. Pada persilangan antarindividu F1 didapatkan 16 kombinasi gen dengan empat fenotip, yaitu tanaman ercis biji bulatkuning, biji bulat-hijau, biji berkerut-kuning, dan biji berkerut-hijau, (Sembiring dan Sudjino, 2009: 122).
Misalnya diketahui gen-gen yang menentukan sifat biji tanaman ercis sebagai berikut:
1)   B = gen yang menentukan biji bulat.
2)   b = gen yang menentukan biji berkerut.
3)   K = gen yang menentukan biji berwarna kuning.
4)   k = gen yang menentukan biji berwarna hijau

Selanjutnya, perhatikan diagram persilangan pada Gambar di bawah ini:

Perbandingan genotip dan fenotip F2 dapat Anda amati dalam Tabel berikut:

Berdasarkan hasil percobaan di atas, Mendel menarik kesimpulan bahwa gen-gen dari sepasang alel memisah secara bebas (tidak saling mempengaruhi) ketika terjadi meiosis selama pembentukan gamet. Prinsip ini dikenal sebagai hukum II Mendel atau dikenal dengan The Law ofIndependent Assortmen of Genes atau hukum Pengelompokan Gen secara Bebas, (Sembiring dan Sudjino, 2009: 123).
Oleh karena itu, pada contoh dihibrid tersebut terjadi 4 macam pengelompokan dari dua pasang gen sebagai berikut:
1)   Gen B mengelompok dengan gen K, terdapat dalam gamet BK.
2)   Gen B mengelompok dengan gen k, terdapat dalam gamet Bk.
3)   Gen b mengelompok dengan gen K, terdapat dalam gamet bK.
4)   Gen b mengelompok dengan gen k, terdapat dalam gamet bk.
Contoh persilangan dihibrid yang lain, misalnya pada tanaman bunga pukul empat.Tanaman bunga pukul empat ada yang berdaun lebar (LL) dan ada yang berdaun sempit (II), dan yang berdaun sedang bersifat heterozigot (Ll). Bunganya ada yang berwarna merah (MM), ada yang putih (mm), dan ada yang merah muda (Mm). Jika tanaman berdaun sempit-bunga putih disilangkan dengan tanaman berdaun lebar bunga merah, tanaman F1 bersifat intermediat berdaun sedang dan berbunga merah muda. Tanaman F2 akan memperlihatkan 16 kombinasi genotip maupun fenotip dengan perbandingan 1 : 2 : 1 : 2 : 4 : 2 : 1 : 2 : 1.
Contohnya sebagai berikut:
P                 :           LLMM                        x                      llmm
                         (Lebar, merah)                               (Sempit, putih)
G                 :           LM                                                      lm

F1               :                                          LlMm
                                                        (Merah muda)
                                                        (Intermediet)
Perbandingan genotip dan fenotip dapat amati dalam Tabel sebagai berikut:

Berdasarkan beberapa contoh persilangan di atas, ternyata terdapat hubungan antara banyaknya sifat beda, jumlah gamet, serta kombinasi fenotip dan genotip F2. Sementara itu, untuk meramalkan atau mengetahui perbandingan fenotip F2 dari suatu hibrid dapat dicari dengan rumus segitiga Pascal.
Tabel Segitiga Pascal untuk Mengetahui Perbandingan Fenotipe
Jumlah Ciri
Jumlah Macam Gamet F1
Kemungkinan Macam Fenotipe F2
Perbandingan Fenotipe F2
1
2
3
4
5

n
21   2
22   4
23   8
24   16

25   43
2n
1 1
1 2 1
1 3 3 1
1 4 6 4 1

1 5 10 10 5 1
dan seterusnnya
3 : 1
9 : 3 : 3 : 1
27 : 9 : 9 : 9 : 3 : 3 : 3 : 1
81 : 27 : 27 : 27 : 27 : 9 : 9 : 9 : 9 : 9 : 9 : 3 : 3 : 3: 3 : 1
243   ... dan seterusnya
3n : ... dan seterusnya

B.       Penyimpangan Semu Hukum Mendel
Setelah hasil karya Mendel dipublikasikan, banyak ahli yang ikut melakukan percobaan persilangan. Akan tetapi beberapa percobaan persilangan dengan dua sifat beda atau lebih terkadang menghasilkan keturunan dengan perbandingan yang tidak sesuai dengan Hukum Mendel.
Para ilmuwan melihat adanya penyimpangan terhadap hukum Mendel. Ternyata penyimpangan ini hanya merupakan penyimpangan semu karena pola dasarnya sama dengan hukum Mendel tersebut. Perubahan atau penyimpangan yang terjadi meliputi penyimpangan semu, pautan gen, pautan seks, pindah silang, determinasi seks, gen letal, dan gagal berpisah (nondisjunction), (Sembiring dan Sudjino, 2009: 129).
Meskipun hukum Mendel merupakan dasar dari perwarisan sifat, penelitian lebih lanjut menemukan bahwa banyak gen yang tidak sesuai hukum Mendel. Jika perbandingan dengan fenotipe F2 hasil persilangan monohibrid dan dihibrid berdasarkan hukum Mendel adalah 3:1 dan 9:3:3:1, penelitian lain menghasilkan perbandingan F2 yang berbeda.
Misalnya, 9:3:4, 12:3:1, dan 9:7, (Firmansyah, dkk, 2009: 92)
Penelitian lebih lanjut mengungkapkan bahwa hal tersebut disebabkan oleh adanya interaksi antargen. Interaksi tersebut menghasilkan perbandingan fenotipe yang menyimpang dari hukum Mendel.
Disebut penyimpangan semu karena sebenarnya prinsip segregasi bebas tetap berlaku, tetapi karena gen-gen yang membawa sifat memiliki ciri tertentu, maka perbandingan ang dihasilkan menyimpang dari Hukum Mendel. Beberapa peristiwa yang menunjukkan penyimpangan semu di antaranya epistasis dan hipostasis, kriptomeri, interaksi beberapa pasangan alel, polimeri, serta gen komplementer, (Syamsuri, 2007: 116).
1.    Epistasis dan Hipostasis
Epistasis dan hipostasis merupakan salah satu bentuk interaksi gen dalam hal ini gen dominan mengalahkan gen dominan lainnya yang bukan sealel. Gen dominan yang menutup ekspresi gen dominan lainnya disebut epistasis, sedangkan gen dominan yang tertutup itu disebut hipostasis. Peristiwa epistasis dan hipostasis terjadi pada warna umbi lapis pada bawang (Allium sp.), warna kulit gandum, warna bulu ayam, warna rambut mencit, dan warna mata pada manusia. Peristiwa epistasis dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu epistasis dominan, epistasis resesif, serta epistasis dominan dan resesif, (Sembiring dan Sudjino, 2009: 129).
a)   Epistasis Dominan
Pada epistasis dominan terdapat satu gen dominan yang bersifat epistasis. Misalnya warna umbi lapis pada bawang (Allium sp.). A merupakan gen untuk umbi merah dan B merupakan gen untuk umbi kuning. Gen merah dan kuning dominan terhadap putih.
Perkawinan antara tanaman bawang berumbi lapis kuning homozigot dengan yang merah homozigot menghasilkan tanaman F1 yang berumbi lapis merah. Keturunan F2 terdiri atas 16 kombinasi dengan perbandingan 16/12 merah : 16/3 kuning : 16/1 putih atau 12 : 3 : 1.
Perbandingan itu terlihat menyimpang dari hukum Mendel, tetapi ternyata tidak. Perbandingan 9 : 3 : 3 : 1 untuk keturunan perkawinan dihibrid hanya mengalami modifikasi saja, yaitu 9 : 3 : 3 : 1 menjadi 12 : 3 : 1.
Gen A epistasis terhadap gen B dan gen b. Genotip aabb menghasilkan umbi lapis putih. Perhatikan diagram persilangan berikut:
P                 :           ♀Aabb                        x          ♂aaBB
                                (Merah)                       (Kuning)

F1               :                              AaBb
                                                  (Merah)
F2               :           9 A_B_           :  Umbi lapis merah
                                3 A_bb                        :  Umbi lapis merah
                                3 aaB_             :  Umbi lapis kuning
                                1 bbbb             :  Umbi lapis putih
b)   Epistasis Resesif
Pada peristiwa epistasis resesif terdapat suatu gen resesif yang bersifat epistasis terhadap gen dominan yang bukan alelnya (pasangannya). Gen resesif tersebut harus dalam keadaan homozigot, contohnya pada pewarisan warna rambut tikus. Gen A menentukan warna hitam, gen a menentukan warna abu-abu, gen C menentukan enzim yang menyebabkan timbulnya warna dan gen c yang menentukan enzim penghambat munculnya warna. Gen C bersifat epistasis. Jadi, tikus yang berwarna hitam memiliki gen C dan A, (Sembiring dan Sudjino, 2009: 130).
Perhatikan diagram persilangan berikut:
P                 :           CCAA             x            ccaa
                                (Hitam)                        (Putih)
Gamet         :               CA                             Ca

F1               :                                CcAa
F2               :  Diperoleh perbandingan genotipe sebagai berikut:
                       9 C_A_        :  Hitam
                       3 C_aa          :  Abu-abu
   3 ccA_          :  Putih
   1 ccaa           :  Putih
Jadi, perbandingan fenotip F2 = hitam : abu-abu : putih = 9 : 3 : 4.
Pada epistasis resesif, CC epistasis terhadap A dan a.
c)    Epistasis Dominan dan Resesif
Epistasis dominan dan resesif (inhibiting gen) merupakan penyimpangan semu yang terjadi karena terdapat dua gen dominan yang jika dalam keadaan bersama akan menghambat pengaruh salah satu gen dominan tersebut. Peristiwa ini mengakibatkan perbandingan fenotip F2 = 13 : 3. Contohnya ayam leghorn putih mempunyai fenotip IICC dikawinkan dengan ayam white silkre berwarna putih yang mempunyai genotip iicc.
Perhatikan diagram berikut:
P                 :           ♂IICC             x          ♀iicc
                                (Putih)                         (Putih)
G                 :               IC                                 ic
F1               :                                   IiCc
Catatan:
C = gen yang menghasilkan warna.
c = gen yang tidak menghasilkan warna (ayam menjadi putih).
I = gen yang menghalang-halangi keluarnya warna (gen ini disebut juga gen penghalang atau inhibitor).
i = gen yang tidak menghalangi keluarnya warna.

I epistasis terhadap C dan c. cc epistasis terhadap I dan i. Coba perhatikan diagram hasil persilangan F1 di atas. Meskipun gen C mempengaruhi munculnya warna bulu, tetapi karena bertemu dengan gen I (gen yang menghalangi munculnya warna), maka menghasilkan keturunan dengan fenotip ayam berbulu putih. Jadi, perbandingan fenotip:
F2 = ayam putih : ayam berwarna
= 13/16 : 3/16 = 13 : 3

2.    Kriptomeri
Kriptomeri adalah peristiwa gen dominan yang seolaholah tersembunyi bila berada bersama dengan gen dominan lainnya, dan akan terlihat bila berdiri sendiri.
Correns pernah menyilangkan tumbuhan Linaria maroccana berbunga merah galur murni dengan yang berbunga putih juga galur murni. Dalam persilangan tersebut diperoleh F1 semua berbunga ungu, sedangkan F2 terdiri atas tanaman dengan perbandingan berbunga ungu : merah : putih = 9 : 3 : 4.
Warna bunga Linaria (ungu, merah, dan putih) ditentukan oleh pigmen hemosianin yang terdapat dalam plasma sel dan sifat keasaman plasma sel. Pigmen hemosianin akan menampilkan warna merah dalam plasma atau air sel yang bersifat asam dan akan menampilkan warna ungu dalam plasma sel yang bersifat basa, (Sembiring dan Sudjino, 2009: 131).
Warna bunga Linaria maroccana ditentukan oleh ekspresi gen-gen berikut:
1)   Gen A, menentukan ada bahan dasar pigmen antosianin.
2)   Gen a, menentukan tidak ada bahan dasar pigmen antosianin.
3)   Gen B, menentukan suasana basa pada plasma sel.
4)   Gen b, menentukan suasana asam pada plasma sel.
Persilangan antara Linaria maroccana bunga merah dengan bunga putih menghasilkan keturunan seperti dijelaskan pada diagram berikut:
P          :           Aabb               x            aaBB
                                 (Merah)                          (Putih)
G         :             Ab                                Ab
F1        :                            AaBb
                                                    (Ungu)
Persilangan tersebut dihasilkan rasio fenotip:
F2 = ungu : merah : putih = 9 : 3 : 4.

3.    Interaksi Beberapa Pasangan Alel (Atavisme)
Pada permulaan abad ke-20, W. Baterson dan R.C. Punnet menyilangkan beberapa varietas ayam negeri, yaitu ayam berpial gerigi (mawar), berpial biji (ercis), dan berpial bilah (tunggal). Pada persilangan antara ayam berpial mawar dengan ayam berpial ercis, menghasilkan semua ayam berpial sumpel (walnut) pada keturunan F1.

Varietas ini sebelumnya belum dikenal. Pada keturunan F2 diperoleh empat macam fenotip, yaitu ayam berpial walnut, berpial mawar, berpial ercis, dan berpial tunggal dengan perbandingan 9 : 3 : 3 : 1. Perbandingan ini sama dengan perbandingan F2 pada pembastaran dihibrid, (Sembiring dan Sudjino, 2009: 132).
Perhatikan diagram persilangan di bawah ini:

Berdasarkan diagram persilangan tersebut terdapat penyimpangan dibandingkan dengan persilangan dihibrid. Penyimpangan yang dimaksud bukan mengenai perbandingan fenotip, tetapi munculnya sifat  baru pada F1 dan F2. Keturunan F1 berfenotip ayam berpial walnut atau sumpel, tidak menyerupai salah satu induknya. Sifat pial sumpel atau walnut (F1) merupakan interaksi dua faktor dominan yang berdiri sendiri-sendiri dan sifat pial tunggal (F2) sebagai hasil interaksi dua faktor resesif.

4.    Polimeri
Polimeri adalah pembastaran heterozigot dengan banyak sifat beda yang berdiri sendiri-sendiri, tetapi mempengaruhi bagian yang sama pada suatu organisme. Peristiwa polimeri pertama kali dilaporkan oleh Nelson-Ehle, melalui percobaan persilangan antara gandum berbiji merah dengan gandum berbiji putih, (Sembiring dan Sudjino, 2009: 133).
Elson Ehle membuktikan polimeri ketika menyilangkan gandum kulit merah dengan kulit putih. Generasi F1 hasil perbandingan tersebut menghasilkan 100% gandum kulit merah. Persilangan F 1 menghasilkan generasi F2 dengan perbandingan kulit merah dan putih sebesar 15:1. Dari perbandingan tersebut dapat diduga bahwa persilangan yang dilakukan merupakan persilangan dihibrid.
Perbandingan 15 : 1 merupakan modifikasi dari hukum Mendel mengenai persilangan dihibrid, yang dhasilkan dari modifikasi perbandingan (9+3+3) : 1. Penelitian lebih lanjut memperlihatkan bahwa gen pembawa sifat merah adalah dominan dan terdapat dua pasang alel yang menentukan sifat kulit merah. Perhatikan persilangan berikut, (Firmansyah, dkk, 2009: 95).
Perhatikan diagram persilangan berikut:
P1        :           ♀M1M1M2M2              x             ♂ m1m1m2m2
                                        (Merah)                                       (Putih)
G         :                M1M2                                                     m1m2
F1        :                                   M1m1M2m2
                                                                  (Merah)
P2        :           M1m1M2m2               x             ♂M1m1M2m2
Berdasarkan diagram di atas dihasilkan perbandingan genotip F2 sebagai berikut:
9 M1_M2_ = merah 3 m1m1M2_ = mera
3 M1_m2m2 = merah 1 m1m1m2m2 = putih
Jadi, polimeri menghasilkan rasio fenotip F2 = merah : putih = 15 : 1.

5.    Gen Komplementer
Gen komplementer adalah gen-gen yang berinteraksi dan saling melengkapi. Kehadiran gen-gen tersebut secara bersama-sama akan memunculkan karakter (fenotip) tertentu. Sebaliknya, jika salah satu gen tidak hadir maka pemunculan karakter (fenotip) tersebut akan terhalang atau tidak sempurna. Perhatikan contoh berikut. Pemunculan suatu pigmen merupakan hasil interaksi dua gen, yaitu gen C dan gen P, (Sembiring dan Sudjino, 2009: 134).
Gen C : mengakibatkan munculnya bahan mentah pigmen.
Gen c : tidak menghasilkan pigmen.
Gen P : menghasilkan enzim pengaktif pigmen.
Gen p : tidak mampu menghasilkan enzim.
Perhatikan persilangan yang menunjukkan adanya gen komplementer antara individu CCpp (putih) dengan individu ccPP (putih) pada diagram berikut:
P     :           CCpp               x             ccPP
                    (Putih)                           (Putih)
G     :              Cp                                  Cp
F1   :                                   CcPp
                                            (Ungu)
Jadi, rasio fenotip F2 adalah 9 ungu : 7 putih.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di atas mengenai hukum Mendel I dan hukum Mendel II beserta penyimpangan semu dari hukum Mendel tersebut dapat disimpulkan bahwa:
1.        Gregor Johann Mendel merupakan orang yang pertama kali melakukan penelitian mengenai pola pewarisan sifat, dengan meneliti tanaman ercis. Oleh karena itu, ia dinobatkan sebagai bapak genetika.
2.        Persilangan dua individu yang mempunyai sifat beda disebut hibrid. Terdapat beberapa macam hibrid di antaranya, yaitu monohibrid (suatu hibrid dengan satu sifat beda) dan dihibrid (suatu hibrid dengan dua sifat beda).
3.        Hukum I Mendel dikenal sebagai Hukum Segregasi (pemisahan gen yang sealel) yaitu perkawinan organisme dengan hanya memperhatikan satu sifat beda (monohibrid), adanya gen dominan dan resesif, serta setiap pasangan gen terpisah selama meiosis, yang akan menghasilkan perbandingan 3 : 1.
4.        Hukum II Mendel atau Hukum Pengelompokan Gen Secara Bebas merupakan persilangan dihibrid yaitu perkawinan individu dengan memperhatikan dua sifat beda, kedua gen untuk setiap ciri akan mengelompok secara bebas, akan menghasilkan perbandingan 9 : 3 : 3 : 1.
5.        Selain pola yang telah dijelaskan Mendel, para ilmuwan juga menemukan bahwa terdapat pola lain yang hasil perbandingannya tidak sesuai dengan hukum Mendel. Namun, setelah diteliti lebih lanjut ternyata hanya berupa penyimpangan semu saja. Contohnya, epistasis-hipotasis, kriptomeri, polimeri, dan adanya gen komplementer.
6.        Penyimpangan semu hukum Mendel yaitu penyimpangan pola dasar yang dikemukakan dalam hukum Mendel, tetapi sebenarnya merupakan modifikasi hukum Mendel.
7.        Epistasis dan hipostasis merupakan salah satu bentuk interaksi gen, dalam hal ini gen dominan mengalahkan gen dominan lainnya yang bukan sealel.
8.        Kriptomeri adalah peristiwa gen dominan seolah-olah tersembunyi bila berada bersama dengan gen dominan lainnya, dan akan terlihat bila berdiri sendiri.
9.        Atavisme merupakan peristiwa munculnya sifat baru pada F1 dan F2.
10.    Polimeri adalah pembastaran homozigot dengan banyak sifat beda yang berdiri sendiri-sendiri tetapi mempengaruhi bagian yang sama pada suatu organisme.
11.    Gen komplementer adalah gen-gen yang berinteraksi dan saling melengkapi.
























DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Neil A, dkk. 2002. Biologi Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Firmansyah, Rikky, dkk. 2009. Biologi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Kistinnah, Idun dan Endang Sri Lestari. 2009. Biologi. Jakarta: Departemen Pendiidkan Nasional.
Sembiring, Langkah dan Sudjino. 2009. Biologi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Syamsuri, Istamar, dkk. 2007. Biologi. Jakarta: Erlangga.